Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review Film Hanum & Rangga : Faith & The City



Ulasan, Review, Sinopsis Film Hanum & Rangga: Faith & The City yang bercerita tentang kesempatan yang tengah mengetuk pintu rumah Hanum Salsabiela (Acha Septriasa) Sebelum berangkat ke Vienna mengikuti suaminya yang ingin menyelesaikan studi. Wanita ini ditawari kerja magang di stasiun televisi sensasional, GNTV. Atas izin suaminya yang pengertian, mereka memperpanjang masa tinggal di New York sehingga Hanum bisa mewujudkan mimpinya mengikuti
program internship tiga minggu tersebut.

Tapi bekerja di GNTV berarti Hanum harus meninggalkan prioritas agamanya. Karena dalam bisnis televisi, rating-lah yang menjadi Tuhan. Hanum harus tetap professional sebagai reporter. Ada banyak pilihan yang harus diambil Hanum; apakah dia harus menghormati narasumber? Atau ikut perintah atasan demi rating. Bagaimana cara dia memperlihatkan Islam sebagai ajaran yang baik lewat acara yang sudah diset untuk memojokkan Islam?

Di sisi lain, Rangga sang suami (Rio Dewanto) mengisi hari-harinya menunggu Hanum pulang dengan mengasuh anak dari seorang single mom yang dulu pernah dibantu oleh Hanum perihal keterkaitan keluarganya dengan jaringan teroris. Hal yang tentu saja menumbuhkan benih-benih kecemburuan di hati masing-masing. Film punya tokoh utama yang mengejar mimpinya, berjuang dengan kondisi yang mengharuskan dia memilih antara idealisme dengan kenyataan bisnis media yang pada dasarnya adalah pilihan antara karir atau keyakinannya.

Ada tokoh pendamping yang melihat lebih jelas, yang peduli terhadap istri, yang rela berkorban apa saja, dia melihat istrinya menapaki pilihan yang membuatnya khawatir. Tapi semuanya menjadi personal bagi sang istri. Hanum yang berusaha mengubah pandangan media luar tentang Islam, dan dia berusaha melakukannya dari dalam. Tapi yang terutama disayangkan adalah, film malah tidak bergairah untuk menjawab pertanyaan besar yang menjadi tema utama, melainkan sibuk dengan drama dengan terlalu banyak mengeksplorasi elemen cemburu yang dimiliki oleh cerita.

PENUH OLEH PENGHAMBAT

Letak masalah pada film ini adalah pada elemen cemburu dan drama cintanya yang menghambat film untuk menjadi sebuah cerita yang hebat. Adegan endingnya sudah benar. Hanya saja, untuk sampai ke sana; momen relevasi film ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan‘faith’yang diumbar menjadi judul dan tema cerita. Hanum tersadar bukan karena keyakinan ataupun pemikiran sendiri, melainkan karena pengungkapan oleh satu tokoh. Jalan keluar datang dari kemampuan tokoh lain.

Seharusnya akan sangat menarik melihat sudut pandang wanita seperti Hanum, cukup dikaitkan saja dengan agama. Karena kita mengerti apa yang dihadapi oleh Hanum dalam film ini, penonton paham konflik yang bersarang di benaknya. Padahal jika Hanum membuat pilihan yang menunjukkan dia menemukan kembali keyakinannya. Yang menunjukkan ia sadar dan punya argumen soal jawaban Islam. Film pastinya bisa melesat tanpa hambatan jika membahas dan benar-benar memperlihatkan usaha Hanum mengubah sistem media atau pertelevisian dari dalam, dengan cara dan keyakinannya sendiri.

TAK MASUK AKAL

Imbasnya, elemen dramatis film ini menciptakan banyak adegan yang tidak masuk akal. Bahkan jalan cerita yang dikenai ke Hanum tak pernah benar-benar logis. Kenapa Hanum tidak berhenti saja setelah tugas interview pertama?. Apa karena acaranya tinggi dan Hanum mendapatkan bonus besar?. Hanum sebenarnya bisa berhenti kapan saja. Untuk memanjangkan cerita, maka film butuh elemen drama yang menjadi masalah terbesar.

Film ini masih bisa lebih baik tanpa drama yang dibuat-buat. Tantangan nyata yang dihadapi wanita Islam di dunia modern dan mengubah sistem dengan kemampuan sendiri. Tapi film ini memilih untuk menahan laju, menambatnya dengan menjadikan dramatisasi kecemburuan wanita terhadap pasangannya sebagai poin utama.

NB :
sumber gambar : IMDb