Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Raport Timnas U-23 dalam Ajang Anniversary Cup PSSI



Badan induk sepakbola Indonesia, PSSI, baru-baru ini menggelar mini turnamen yang melibatkan empat negara Asia untuk memperingati hari jadi yang ke-88. Turnamen ini bukan ajang syukuran semata, melainkan punya tujuan untuk menggembleng timnas U-23 yang akan berlaga pada Asian Game 2018 nanti. Maka, lawan-lawan berat level Asia pun didatangkan.

Bahrain datang dengan catatan pernah membantai Indonesia 10-0 beberapa tahun silam, Korea Utara adalah salah satu wakil asia di ajang Piala Dunia 2010, sedangkan Uzbekiztan, kita tahu mereka baru saja menjuarai Piala Asia U-23. Dengan menu-menu diatas, kita patut bersyukur karena uji tanding yang di dapat benar-benar layak untuk persiapan Asian Game.

Bisa kita lihat, Timnas U-23 tidak meraih hasil maksimal dalam ajang ini. Evan Dimas cs dikalahkan 1-0 oleh Bahrain di laga perdana, kemudian disusul skor imbang tanpa gol melawan Korea Utara dan Uzbekiztan. Mengatakan Timnas U-23 gagal pada fase ini adalah kesalahan besar, tapi menyebut tim asuhan Luis Milla yang ditarget menembus semi final Asian Game ini sebagai sebuah kesuksesan agaknya terlalu meragukan.

Sebelum lanjut, kita kesampingkan dulu masalah si bapak pemimpin yang masih sibuk nyaleg itu, udah basi. Kita punya masalah yang lebih besar dari itu. Yaitu masalah mencetak Gol. Sounds like a simple problem, i mean, bermain sepakbola itu tujuannya adalah untuk mencetak gol kan? Terlebih dalam sebuah kompetisi. Dan itu tidak kita lihat dalam diri timnas U-23, tidak ada gol dari kaki pemain timnas Indonesia dalam ajang Anniversary Cup itu, tidak satu pun.

Melawan Bahrain, kita kecolongan satu gol konyol di awal laga, padahal kita bermain lebih bagus dari mereka. Febri Hariyadi mengontrol sektor flanknya dengan kecepatan dan umpan-umpan krosing yang bagus, dia sesekali juga melakukan cut inside dan mencoba shooting jarak jauh.

Trio gelandang Evan Dimas, M Hargianto, dan Zulfiandy juga memenangkan lini tengah hampir selama 90 menit. Dari sektor pertahanan, kita sudah bisa melihat gimana solidnya area yang dikomandoi oleh kapten Hansamu Yama itu. Tapi ketika dua sektor ini tampak meyakinkan, timnas U-23 terlihat linglung pada satu hal, bagaimana cara memanfaatkan peluang menjadi gol.

Lerby Eliandry yang diplot sebagai ujung tombak gagal melakukan tugasnya. Dia tidak pernah terlihat pada saat tim butuh seseorang untuk memenangkan bola di kotak penalti lawan, dia tidak ada saat tim melakukan transisi dari menyerang ke bertahan.

Korea Utara bermain terbuka pada laga ke-2. Dan itu kesalahan besar yang gagal dimanfaatkan pemain kita. Spasojevic dipasang menggantikan Lerby, secara taktikal, Spaso jelas lebih meyakinkan. Penempatan posisinya bagus, beberapa kali Spaso mendapatkan peluang emas di dalam kotak penalti Korea, salah satunya membentur mistar.

Ricky Fajrin yang menggantikan posisi Rezaldi dan duet bek Andy Setyo-Hansamu terlihat solid. Problem gol datang dari wing kiri yang bergantian ditempati Saddil Ramdani dan Osvaldo Haay. They have some mistake, Osvaldo terlihat canggung di posisi itu, walaupun cara dia membaca arah bola dari rekan setimnya selalu bagus.

Dia ada sebagai second striker di kotak penalti, hal yang nggak ditunjukkan oleh Saddil yang seperti kebingungan dengan posisinya. Aku sedikit menyayangkan kenapa Rico Simanjuntak yang lagi moncer-moncernya di Persija tidak dipanggil untuk mengisi post kanan itu. Worth to try, loh, coach Milla.

Tim sekelas Uzbekiztan, yang berpredikat juara asia U-23 ternyata punya respek terhadap timnas kita, respek bahwa Indonesia kini tidak bisa diremehkan. Itu terlihat ketika betapa girangnya mereka ketika berhasil menggagalkan sepakan penalti Septian David Maulana. Harus diakui, Septian David sedang mengalami penurunan performa, kita nggak bisa menyalahkan kegagalan penaltinya.

Justru kita harus berterima kasih akan hal itu, bahwa anak emas Luis Milla ini tidak boleh berpuas diri dengan fakta kalau dia adalah pemain paling penting dalam skema Milla, bahwa dia adalah top skor di era kepelatihan pria Spanyol. Melawan Uzbekiztan adalah juga puncak dari rasa keputusasaan semua pihak.

Penonton seperti merasakan apa yang sedang Luis Milla rasakan, kita dibuat geregetan dengan sepakbola atraktif yang jarang kita lihat dari timnas-timnas sebelumnya, kita dibuat kagum dengan cara mereka sabar mem-build up serangan, kita dibuat takjub dengan penguasaan bola, dengan umpan-umpan khas eropa yang dikombinasikan dengan kecepatan.


Kesimpulan yang bisa kita dapat adalah tentang penyelesaian akhir yang mesti diperbaiki, dan mencari seorang ujung tombak adalah PR terbesar Luis Milla. Aku berani katakan, timnas U-23 sudah memiliki 87% persen dari kerangka tim juara. Sisanya adalah soal momentum, pilihan yang harus diambil pemain saat mereka punya situasi untuk mencetak gol maupun mengumpan.

3 kata untuk timnas Indonesia U-23 : LUCU, MENYENANGKAN, GEMAS.

Terakhir, tidak ada pemenang dari drama Anniversary Cup ini, sebagai seseorang yang baru PDKT dengan Indonesia, Luis Milla membangun semuanya dengan romantis, dengan teliti dan tangguh khas paham-paham sepakbola eropa. Kita cuma harus menunggu kapan waktunya Milla untuk menembak, supaya PDKT itu tak berakhir sia-sia, supaya dalam kompetisi yang sebenarnya, minimal kita harus bisa mencetak gol.